Daerah esdenews.com,- Arti dari peribahasa Sunda “ulah agul ku payung butut” adalah jangan sombong atau membanggakan diri dengan sesuatu yang dimiliki, karena segala sesuatu itu hanya sementara dan merupakan titipan dari Tuhan.
Peribahasa ini mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong, mengingatkan bahwa apa pun yang kita miliki adalah titipan yang bisa diambil kapan saja.
Penjelasan Lebih Lanjut.
Ulah agul :
Berarti jangan sombong atau membangga-banggakan diri.
Ku payung butut :
“Payung butut” merujuk pada sesuatu yang sudah rusak, tidak sempurna, atau tidak abadi. Dalam konteks ini, “payung butut” menyimbolkan harta, kekayaan, atau hal-hal yang dimiliki seseorang yang bersifat sementara dan tidak kekal.
Jadi, secara keseluruhan, ungkapan ini adalah peringatan agar kita tidak merasa paling hebat dengan apa yang kita miliki, karena segala milik kita hanyalah titipan Tuhan dan bisa hilang kapan saja.
Secara denotasi, “ulah agul ku payung butut” memiliki arti jangan sombong dengan payung jelek. Namun untuk bisa memahaminya, maka haruslah dipahami secara konotasi. Yaitu, “jangan sombong dengan harta yang kita miliki”. Esensi dari peribahasa Sunda ini adalah mengingatkan (pepeling) kepada kita tentang bagaimana sebaiknya melakoni kehidupan.
Artinya janganlah hidup diwarnai dengan kesombongan, namun yang harus dilakukan adalah hidup penuh dengan kesahajaan. Janganlah hidup hanya diisi dengan kemewahan demi kepuasan sesaat, tapi sampai sejauh mana hidup yang sederhana mampu memberi berkah kehidupan.
Dalam kehidupan yang hedonis, kesahajaan menjadi barang yang cukup langka. Budaya hedonis memaksa semua orang untuk hidup sofistikasi. Semua sisi kehidupan diukur dengan materi. Kesuksesan dan kehebatan seseorang diukur dari tingginya jabatan atau kedudukan di masyarakat.
Kalimat Ulah agul ku payung butut betul-betul sebuah peribahasa yang penuh dengan introspeksi diri, sebagai catatan pentingnya mengapa harus menggunakan kata “payung”?, Inilah masyarakat Sunda yang menafsirkan siloka kehidupan yang sarat dengan makna. Payung sejatinya alat untuk melindungi, misalnya saja saat ada pejabat tinggi yang akan meresmikan proyek pembangunan.
Kadang-kadang kita menyaksikan ada pengawal atau ajudan yang memayunginya karena saat itu sengatan matahari sangat tajam. Payung disini, hakekatnya melundungi sang pejabat tinggi agar tidak kepanasan. “Payung butut” sendiri mengandung arti payung yang jelek.
Jadi kalau kita mengagumi diri sendiri dengan harta dan jabatan, bukanlah sebuah perilaku yang terpuji. Terlebih lagi jika jabatan yang diraih bukan karena prestasi, namun lebih disebabkan kedekatan pribadi dengan orang yang memiliki kekuasaan dan kewenangan. Jika hal ini terus berkembang dan membudaya dalam kehidupan, jabatan tidak lagi menjadi sebuah kebanggaan.
Begitu pun dengan harta kekayaan yang dimiliki, janganlah sombong atau pongah dengan harta yang dimiliki karena semua kekayaan ini hanyalah sebuah simbol kehidupan. Akan lebih memilukan, bila harta itu diperoleh dengan cara yang tidak halal. Kita sering melihat banyak orang yang bergelimangan harta ujung-ujungnya harus berhadapan dengan aparat penegak hukum, karena terbukti dirinya melakukan korupsi atau gratifikasi jabatannya.
Sikap dan tindakan “agul ku payung butut”, rasanya menjadi penyakit yang tidak boleh dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam budaya bangsa yang menghormati karya dan prestasi, perilaku korup dan nepotisme, bukanlah merupakan sikap yang terpuji. Kita berkewajiban untuk menendangnya jauh-jauh. Jangan biarkan bangsa ini terjebak dalam gaya hidup yang hedonis dan sofistikasi.
Setiap Pemerintahan yang manggung di negeri ini, selalu mengingatkan perlunya mengembangkan gaya hidup yang ramah dan penuh manfaat. Anehnya, semakin banyak gencar himbauan yang disampaikan, semakin banyak orang yang hidup bermewah-mewahan dan mempertontonkan harta kekayaannya.
Memang, tidak mudah mengubah gaya hidup. Apalagi yang ingin diubah adalah gaya hidup sebuah bangsa. Gaya hidup yang tak pernah merasa puas atas apa yang diraih, menjadi masalah serius di masa kini dan mendatang. Untuk merubah sikap seseorang saja, butuh perjuangan yang sangat panjang.
Artinya, agul ku payung butut merupakan peribahasa yang memberi “peringatan”, agar dalam mengarungi kehidupan kita, harus selalu sadar dan mawas diri. Maka mulailah dengan gaya hidup sederhana dan bersahaja, jadikan sikap ini sebagai gerakan bangsa. Untuk itu bebaskanlah diri dari hidup bermewah-mewahan.***